Minggu, 26 Juni 2016

Rembulanku Pergi

Sore itu, angin berhembus dengan kencang, burung bernyanyi menyairkan musik klasik. Hidupku hampa meski itu tak seharusnya terjadi.
 
Mawar memang selalu berduri, begitupun hidupku, dan hidupmu.
Tebing yang curam dan tinggi tak dapat ku panjat, langit yang biru tak dapat ku raih. Dan takdir dariNya tak bisa ku rubah.

Bunda, kanker itu datang lagi. 
Mengapa harus Bundaku? Mengapa harus bundaku yang merasakan sakit ini? Mengapa begitu banyak sel sel kanker yang berada di tubuh Bundaku? Payudara, getah bening, tulang, hingga ke paru – paru.
Rembulanku, kau selalu menyinari hidupku. Bahkan ujung jemariku pun bersaksi bahwa kau lah penerang jalanku, kaulah mercusuar langkah hidupku.
Rembulanku, kini kau telah pergi. Kau pergi dengan takdir, kau pergi membawa segudang kenangan yang kau hujani pada kami.
Biarlah semua ini terjadi padamu, ikhlaslah, semoga surga menantimu


Rembulanku, do’aku menyertaimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar